Pantai Watukarung sudah seperti kampung halaman. Ya, saya pernah tinggal dua bulan untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada 2009. Waktu itu, Pantai Watukarung menarik perhatian kami karena tempatnya masih sangat alami, bersih, nyaman, dan cantik.
Lima tahun lalu, masyarakat tak begitu mengenalnya. Warga Kabupaten Pacitan saja tidak familiar dengan nama dan posisi pantai di Kecamatan Pringkuku tersebut. Lalu saya dan 20 peserta KKN dari kampus datang ke sana untuk sosialisasi agar masyarakat sadar tentang potensi wisata di pantai tersebut.
Sarana wisata sudah mulai berdiri. Ada penginapan, rumah makan, toilet, tempat penyewaan jukung, dan sudah ada akses relatif mudah dari arah Kecamatan Candi, Kabupaten Pacitan. Sementara itu, akses untuk wisatawan yang datang dari Kecamatan Pringkuku ke arah Watukarung masih rusak total. Saya pernah nyari terperosok ke jurang saat melewati jalur tersebut.
Nostalgia pulang kampung saya rasakan kembali di Pantai Watukarung. Dari Yogyakarta, saya menuju Pacitan lewat jalur Wonosari-Wonogiri-Pracimantoro-Giritontro-Giribelah-Pringkuku-Candi. Jalur yang dilewati sangat istimewa. Sejuk, tidak banyak kendaraan yang melintas, dan di kanan-kiri masih banyak pohon.
Andai waktu tempuh Yogyakarta-Pacitan cuma 3 jam, pasti saya tiap hari datang ke Watukarung.
Saat memasuki area Pantai Watukarung, wisatawan perlu membayar retribusi Rp 5.000 per orang. Untuk sementara, parkir kendaraan bebas biaya. Adapun, biaya menginap mulai dari Rp 75 ribu sampai Rp 1,2 juta per malam. Kamu bisa menentukan akomodasi yang paling pas, sesuai budget.
Ombak Laut Selatan banyak menggoda para peselancar ke Watukarung. Ya, ombak pantai tersebut memang menantang untuk ditaklukkan. Beberapa wisatawan lain lebih suka menikmati keindahan pantai dengan main air, naik kano, berkeliling dengan jukung, mancing, tidur-tiduran di pantai, berenang atau main voli.
Larangan berenang terlalu ke tengah tentu ada. Dan, di sekitar wilayah pantai ada tim penyelamat yang siaga mengawasi jika terjadi keadaan gawat.
Menurut Ponimin, sesepuh desa setempat, nama Watukarung berasal dari kata Watu dan Karung, yakni dua batu yang terlihat seolah sedang bertarung. Wisatawan bisa melihat kedua batu tersebut dari Tempat Pelelangan Ikan yang berlokasi tak jauh dari pantai berpasir putih Watukarung. Ah, mengagumkan.
Pantai Watukarung selalu dapat dinikmati kapan saja. Melihat matahari terbit dari tempat tersebut mampu mendamaikan hati. Siang hari, ada banyak warung tenda yang menyediakan hidangan laut segar. Asik disantap bersama kelapa muda.
Sore, tentunya waktu bagi para pemburu sunset. Dan, saat malam tiba, wisatawan yang siap dengan tenda bisa kemping di pesisir.
Komentar
Posting Komentar